Fragmen Komet ATLAS dalam Disintegrasi Spektakuler Menjelang Pendekatan Bumi

22

Sebuah komet yang baru diamati, diberi nama C/2025 K1 (ATLAS), secara dramatis pecah menjadi awan puing saat bergerak mendekati Bumi. Disintegrasi yang dikonfirmasi oleh astronom Gianluca Masi terjadi setelah komet berada pada titik terdekatnya dengan Matahari (perihelion) pada 8 Oktober. Meskipun pengamatan awal menunjukkan adanya kelangsungan hidup, tekanan gravitasi terbukti terlalu kuat, menyebabkan komet terpecah menjadi beberapa bagian.

Apa yang Terjadi dengan Komet ATLAS?

Komet tersebut, yang ditemukan pada bulan Mei oleh jaringan teleskop ATLAS, pada awalnya tampak mampu menahan lintasan matahari pada jarak hanya 31 juta mil (50 juta kilometer). Namun, pengamatan pascaperihelion menunjukkan adanya perubahan dramatis. Inti komet telah retak, menciptakan sub-inti yang terlihat dan puing-puing yang tertinggal. Disintegrasi ini ditandai dengan peristiwa cerah yang tiba-tiba di sekitar perihelion, saat rona kehijauan komet berubah menjadi garis emas, yang menandakan adanya perubahan internal.

Misteri Pergeseran Warna

Penyebab pasti perubahan warna komet tersebut masih belum jelas. Beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa kurangnya molekul pembawa karbon di komanya (awan yang mengelilingi komet) berkontribusi terhadap pergeseran tersebut. Absennya molekul-molekul ini dapat menjelaskan mengapa karakteristik cahaya hijau komet memudar. Perubahan komposisi ini mungkin telah melemahkan integritas struktural komet, sehingga akhirnya menyebabkan fragmentasi.

Melihat Komet yang Hancur

Meski pecah, C/2025 K1 tetap terlihat di konstelasi Leo. Saat ini bersinar dengan magnitudo 9,9, sehingga terlalu redup untuk diamati dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat dengan teleskop atau teropong. Sisa-sisa komet tersebut akan melakukan pendekatan terdekatnya ke Bumi pada tanggal 25 November, dan melintas dalam jarak 37 juta mil (60 juta kilometer) — hanya di bawah setengah jarak rata-rata Bumi-Matahari.

Mengapa Ini Penting

Disintegrasi C/2025 K1 menyoroti sifat komet yang mudah berubah dan kondisi ekstrem yang dialami komet selama melintas di tata surya. Komet pada dasarnya adalah “bola salju kotor” yang terdiri dari es, debu, dan gas. Saat mendekati matahari, material ini menguap, menciptakan ciri khas koma dan ekor. Namun, gaya gravitasi dan tekanan termal dapat melebihi batas struktural komet, sehingga menyebabkan fragmentasi.

Peristiwa ini berfungsi sebagai pengingat akan proses dinamis yang membentuk tata surya. Puing-puing komet tersebut akan terus mengorbit Matahari, berpotensi menimbulkan hujan meteor di masa depan. Meskipun disintegrasi C/2025 K1 secara visual spektakuler, hal ini menggarisbawahi kerapuhan para pengembara angkasa ini. Pecahnya komet memberi para ilmuwan kesempatan unik untuk mempelajari komposisi dan perilaku material komet saat ia menyebar ke luar angkasa.

Fragmentasi C/2025 K1 adalah contoh nyata bagaimana benda-benda langit yang tampak tangguh sekalipun bisa menyerah pada kondisi luar angkasa yang keras. Peristiwa ini berfungsi sebagai studi kasus yang berharga untuk memahami evolusi komet dan kekuatan yang mengatur kelangsungan hidup mereka